Rasa dan Sejarah Timlo Solo: Hidangan Sup yang Menyatukan Dua Budaya

Timlo, hidangan sup dengan kuah kaldu ayam yang mirip dengan rasa kuah bakso atau soto, sangat populer di Solo. (Foto: id.pinterest.com)

GoIKN.com – Timlo, hidangan sup dengan kuah kaldu ayam yang mirip dengan rasa kuah bakso atau soto, sangat populer di Solo. Kuliner ini sering disebut “timlo Solo” karena di kota tersebut ada restoran yang sudah berusia puluhan tahun yang khusus menyajikan hidangan ini.

Dari Kimlo ke Timlo: Evolusi Sup Tionghoa Menjadi Ikon Kuliner Solo

Menurut sejarawan Heri Priyatmoko dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, timlo terinspirasi dari sup kimlo. Sup kimlo sendiri awalnya berasal dari tradisi kuliner etnis Tionghoa.

Kimlo, yang awalnya berkembang di kalangan masyarakat Tionghoa, akhirnya dikenal luas di Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan nama timlo. Perubahan bunyi dari “kimlo” menjadi “timlo” merupakan contoh korespondensi fonetik, di mana dialek Tionghoa mempengaruhi pelafalan dalam bahasa Jawa.

Fenomena serupa juga dapat ditemukan pada makanan lain, seperti siomay yang berasal dari shaomai dan lumpia yang berasal dari lun pia. Isiannya sendiri terdiri dari irisan ati ampela ayam, dadar gulung, sosis Solo, mihun, telur pindang, dan ayam goreng suwir.

Kuahnya bening, segar, dan gurih, memberikan cita rasa khas yang membedakan timlo dari hidangan sup lainnya. Nasi dapat dipisah atau dicampurkan ke dalam sup, seperti yang biasa dilakukan saat menikmati soto atau bakso.

Baca Juga:

Kekhasan dari makanan ini juga terletak pada kuah gurih dari kaldu ayam, bawang putih, bawang merah, merica, garam, dan sedikit gula, yang memberikan rasa khas. Selain itu, sosis khas Solo yang mirip martabak juga menjadi bagian dari isiannya. Isian lainnya termasuk irisan telur rebus yang berwarna hitam akibat proses perebusan dengan kecap.

Timlo Solo bukan sekadar hidangan, melainkan juga cerminan tradisi kuliner yang kaya dan telah bertahan lama. Dengan kuah segar dan gurih serta isian beragam, tetapi menjadi simbol integrasi budaya yang menghubungkan kuliner Tionghoa dan budaya Jawa. Hidangan ini mengundang penggemar untuk menikmati rasa sekaligus mengenal warisan budaya yang terkandung di baliknya.***

Tinggalkan Komentar