Kereta Otonom IKN Dinilai Belum Layak, Pakar ITB Ungkap Peluang Pengembangan Lokal

Kereta Otonom IKN
Trem dengan teknologi virtual trackless asal China dinilai memerlukan penyempurnaan sebelum dapat dioperasikan secara mandiri. (Foto : itb.ac.id)

IKN Tecno –  Dalam proses Proof of Concept (PoC), kereta otonom bernama Autonomous Rail Rapid Transit (ART) IKN diputuskan untuk dikembalikan ke negara asalnya guna dilakukan perbaikan lebih lanjut.

Prof. Dr. Bambang Riyanto Trilaksono, Ketua Tim Peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) turut memberikan pandangannya terkait hal ini. Sebagai salah satu anggota tim PoC untuk menguji kelayakan trem otonom di IKN, Prof. Bambang memaparkan beberapa hasil evaluasi.

Dikutip dari itb.ac.id. “Trem yang ada di IKN itu seperti bus menggunakan roda ban, dan relnya bersifat virtual menggunakan cat putih di jalan.  Di IKN dilakukan penilaian PoC dan apakah trem otonom dari China itu bisa berfungsi tanpa supir sebagaimana klaim otonom dari pabrikannya,” jelasnya.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa trem ini memiliki keunggulan dari sisi kenyamanan. Seperti desain interior, sistem pendingin, dan kapasitas baterai yang sudah sangat baik. Namun, teknologi otonomnya, terutama kemampuan mengikuti jalur virtual tanpa pengemudi, dinilai masih belum optimal. “Sehingga perlu ada perbaikan dan penyempurnaan produsen trem otonom tersebut pada lingkungan jalan raya di IKN,” tambahnya.

Baca Juga :

Prof. Bambang juga menyebutkan bahwa trem otonom hasil kolaborasi antara ITB dan PT INKA memiliki potensi besar untuk menggantikan trem buatan China tersebut. “Bila diberikan kesempatan pada prinsipnya bisa dikembangkan,” ujarnya.

Sebagai informasi, perbedaan utama antara trem otonom di IKN dan yang diuji coba di Solo adalah jenis jalur yang digunakan. Kereta di Solo menggunakan rel fisik, sedangkan trem di IKN memanfaatkan jalur virtual. Meskipun demikian, Prof. Bambang menilai bahwa teknologi sistem otonom dari kedua jenis trem ini memiliki tingkat kemiripan hingga 80%.

“Teknologi ART dari China perlu memiliki kemampuan untuk mengikuti jalur virtual yang ditetapkan,” tutupnya.

Dengan evaluasi ini, diharapkan pengembangan teknologi transportasi berbasis otonom di Indonesia dapat terus ditingkatkan. Baik melalui kolaborasi dengan pihak internasional maupun pengembangan karya anak bangsa.***

Tinggalkan Komentar