Kalimantan Timur masuk Kategori Ramah Lingkungan oleh LP3ES

ramah lingkungan
Jalan Poros Bontang - Sangatta Kalimantan Timur. (Foto: GoIKN.com, kusuma.)

IKN Kaltim – Indonesia terus berjuang menghadapi tantangan besar dalam menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Tekanan akibat eksploitasi sumber daya alam yang masif dan pengelolaan sampah yang belum optimal telah memberikan dampak signifikan terhadap kualitas ekosistem.

Hasil Indeks Perilaku Ramah Lingkungan Hidup (IPRLH) 2024 mencatat skor nasional sebesar 0,52. Yang mana mengindikasikan bahwa perilaku masyarakat di berbagai wilayah Indonesia masih rentan terhadap tindakan yang tidak ramah lingkungan. Kajian ini mengungkap kesenjangan mencolok antara dimensi pengetahuan (0,62), sikap (0,48), dan praktik (0,45) yang diperlukan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan.

Dari hasil penelitian dilakukan oleh LP3ES melalui metode kuantitatif dan kualitatif, melibatkan 15.200 responden dari 38 provinsi. Dari hasil survei nasional, hanya lima provinsi yang masuk kategori “Ramah Lingkungan”, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (0,71), DKI Jakarta (0,69), Maluku (0,65), Aceh (0,64), dan Kalimantan Timur (0,64). Sebaliknya, 33 provinsi lainnya berada dalam kategori “Cukup Ramah Lingkungan”.

Mayoritas masyarakat memiliki akses air yang memadai sepanjang tahun. Namun, praktik hemat air, seperti mematikan keran saat tidak digunakan (34,21%) atau menggunakan air hujan kembali untuk keperluan rumah tangga (31,80%), masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan kesenjangan antara ketersediaan sumber daya dan perilaku pengelolaannya.

Baca Juga :

Pengelolaan Sampah

Masalah sampah, terutama plastik, menjadi tantangan besar, termasuk di wilayah pesisir. Di Papua, buruknya pengelolaan sampah mengancam kualitas air sungai, sementara di Bali, sampah plastik mencemari laut dan pantai, mengancam sektor pariwisata. Praktik mengurangi penggunaan plastik hanya dilakukan oleh 29,9% masyarakat, dan memilah sampah menurut jenisnya oleh 28,9%. Penyebab utamanya adalah kurangnya fasilitas pemilahan sampah (61,8%) serta anggapan bahwa memilah sampah itu merepotkan (21,4%).

Ancaman Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan
Deforestasi, tambang ilegal, dan alih fungsi lahan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua terus memberikan tekanan berat pada ekosistem. Kerusakan lingkungan ini memerlukan intervensi serius dari berbagai pihak.

Praktik Ramah Lingkungan dan Kearifan Lokal

Sebagian masyarakat telah menerapkan praktik ramah lingkungan. Seperti penggunaan lampu hemat energi, pencahayaan alami, dan metode menangkap ikan yang ramah lingkungan. Selain itu, kearifan lokal seperti Reusam di Aceh, Tri Hita Karana di Bali, Lubuk Larangan di Jambi, dan Kewang di Maluku, menunjukkan potensi besar untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Tradisi ini menekankan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Yang mana jika didukung kebijakan dan infrastruktur, dapat menjadi solusi bagi tantangan lingkungan di Indonesia.

Untuk menghadapi tantangan ini, penelitian merekomendasikan beberapa langkah strategis:

  1. Edukasi Berkelanjutan: Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengubah sikap dan praktik menjadi lebih ramah lingkungan.
  2. Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Adat: Mengintegrasikan kearifan lokal dalam kebijakan lingkungan untuk menciptakan tanggung jawab ekologis yang berkelanjutan.
  3. Penguatan Kebijakan Implementatif: Menyediakan fasilitas pemilahan sampah, teknologi hemat energi, dan insentif lokal. Yang mana untuk mendorong perilaku ramah lingkungan di tingkat rumah tangga.

Perlunya pendekatan holistik yang mencakup kebijakan, edukasi, teknologi, dan kolaborasi lintas sektor untuk menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan di Indonesia. Dengan dukungan kebijakan yang kuat, langkah kecil masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dapat memberikan dampak besar untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.***

Tinggalkan Komentar