Warga Indonesia Masih Kesulitan Bedakan Fakta dan Hoaks

Hoax
Survei Mafindo: Mayoritas Warga Masih Sulit Membedakan Fakta dan Hoaks. (Foto : Freepik.com)

IKN News – Sebuah survei yang dilakukan oleh Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) mengungkap bahwa mayoritas warga Indonesia masih memiliki tingkat literasi hoaks pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan banyak masyarakat yang belum mampu membedakan antara informasi faktual dan hoaks secara efektif.

Hasil survei ini dipaparkan dalam acara daring bertema literasi hoaks dan partisipasi politik yang digelar Mafindo, Rabu (20/11/2024). Survei yang dilakukan oleh Komite Litbang Mafindo tersebut bertujuan memetakan tingkat literasi hoaks, keterkaitannya dengan partisipasi politik, serta dampak hoaks terhadap demokrasi menjelang pilkada.

Survei melibatkan 2.011 responden dari 20 provinsi, mencakup 10 provinsi dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tertinggi dan 10 provinsi dengan IKP terendah. Supervisor Riset Mafindo, Loina Lalolo K. Perangin-angin, menyebutkan bahwa survei ini memberikan gambaran representatif tentang kondisi literasi hoaks masyarakat Indonesia. Hanya 7% masyarakat yang merasa sangat yakin mampu mengenali hoaks, sementara 45% berada di tingkat antara yakin dan tidak yakin.

Nuril Hidayah, Program Officer Mafindo, menambahkan bahwa tingkat literasi hoaks berada pada kategori sedang. Sebanyak 60% responden tidak mengetahui bahwa klaim terkait pemberian KTP kepada WNA untuk mencoblos adalah hoaks. Sementara 66,1% tidak menyadari bahwa klaim mobilisasi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) untuk mendukung calon tertentu juga merupakan informasi palsu.

Meski demikian, semangat masyarakat untuk memerangi hoaks dinilai masih tinggi. Ada hubungan positif antara literasi hoaks dan partisipasi politik. Semakin tinggi literasi seseorang, semakin aktif mereka berpartisipasi dalam kegiatan politik.

Baca Juga :

Platform Digital dan Penyebaran Hoak
Penanggap dari ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, menyatakan media sosial masih menjadi platform utama penyebaran hoak. Facebook, meski mengalami penurunan pengguna, tetap mendominasi sebagai sumber informasi. “Jika sebagian besar netizen Indonesia masih tidak yakin bisa mengidentifikasi hoaks, antara yakin dan tidak yakin sebesar 45%, karena 52,2% netizen tidak mengecek informasi yang diterima melalui gambar, video, berita, situs dan post media social,” ujarnya

Langkah Strategis Melawan Hoaks
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, menekankan pentingnya survei ini dalam mendukung penguatan literasi digital. “Tidak hanya bertujuan untuk memetakan kondisi literasi hoaks di masyarakat, survei ini juga ingin menggali keterkaitan antara literasi hoaks dengan partisipasi politik, yang merupakan elemen penting dalam kehidupan berdemokrasi,” ujarnya.

Sementara itu, Bawaslu RI melalui Iji Jaelani, mengungkapkan bahwa kampanye bermuatan hoaks masih menjadi salah satu tantangan utama menjelang tahapan pungut hitung pilkada. Indikator yang paling banyak terjadi pada kampanye di media sosial yaitu sebesar 50%, disusul kampanye bermuatan hoaks sebesar 30%, dan kampanye bermuatan SARA sebesar 20%. Menurut dia, di level kabupaten/kota, kampanye bermuatan hoaks di media sosial sebesar 40%. Disusul kampanye bermuatan ujaran kebencian sebesar 33%, dan kampanye bermuatan SARA sebesar 27%.

Mafindo berharap riset ini menjadi langkah awal bagi berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga organisasi masyarakat sipil. Untuk mendorong peningkatan literasi hoaks secara lebih masif demi menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.***

Tinggalkan Komentar